Literatur – Di negeri dengan akar budaya religius yang kuat, media mestinya menjadi cermin yang jernih bukan kaca benggala yang memantulkan wajah masyarakat secara miring dan memalukan. Namun Trans7, melalui tayangan Xpose Uncensored edisi 13 Oktober 2025, justru memantulkan wajah yang bengkok: memelintir kehidupan pesantren menjadi bahan tontonan sensasional.
Apa yang dilakukan Trans7 bukan sekadar “keteledoran editorial”, seperti alasan mereka dalam surat permintaan maaf. Itu adalah bentuk kelalaian moral.
Mengambil potongan kehidupan santri lalu menempelkannya dengan narasi sinis “Santrinya minum susu aja kudu jongkok, emang gini kehidupan di pondok?” bukan hanya menghina akal sehat, tapi juga mencoreng kehormatan ribuan lembaga pendidikan Islam yang telah berabad-abad membentuk karakter bangsa.
Di saat pesantren sibuk mencetak generasi berakhlak, Trans7 justru sibuk mencetak tontonan murahan demi rating.
Lucunya, mereka menamakan acaranya “Uncensored”, seolah ingin menegaskan bahwa batas moral bisa dihapus asal penonton tertarik. Padahal, tanpa moral, kebebasan berekspresi hanyalah topeng bagi kesembronoan.
Permintaan maaf mereka datang cepat, tapi terasa dingin, hambar, dan terlalu korporatif, seolah dibacakan oleh mesin PR yang hanya tahu kalimat “kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi”. Tidak ada refleksi, tidak ada empati, tidak ada kesungguhan untuk belajar dari kesalahan.
Media sekelas Trans7 seharusnya tahu bahwa pesantren bukan objek eksotis untuk diekspos, melainkan institusi bersejarah yang layak dihormati.
Di balik tembok pondok yang sederhana, ada ribuan kisah perjuangan, ilmu, dan spiritualitas yang tak ternilai. Menyulapnya menjadi bahan olok-olok hanyalah bukti bahwa industri media kita mulai kehilangan arah: lebih mencintai clickbait daripada kebenaran, lebih mengejar viral daripada nilai.
Kita, publik, tidak menolak kebebasan media. Tapi kita menolak kebebasan tanpa tanggung jawab. Kita tidak ingin media yang pintar mengedit video tapi bodoh memahami budaya. Dan kita tidak butuh permintaan maaf formal jika tidak dibarengi kesadaran moral.
Trans7, Anda punya pilihan:
Belajar dengan rendah hati dari kesalahan, atau terus berjalan di jalan rating tinggi tapi kredibilitas rendah.
Karena satu hal pasti, boikot bukan sekadar tagar, tapi cermin dari kemarahan moral masyarakat yang sudah muak melihat kesombongan media yang lupa etika.

